Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online untuk menangani maraknya judi daring di masyarakat. Menko Polhukan Hadi Tjahjanto ditunjuk sebagai Ketua Satgas, sementara Menko PMK Muhadjir Effendy mengisi posisi Wakil Ketua.
Mentri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, ditunjuk sebagai Ketua Harian Bidang Pencegahan. Sedangkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Probowo dipercaya sebagai Ketua Harian Bidang Penegakan Hukum.
Transaksi Judi Online Mencapai Rp100 Triliun
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan transaksi judi online pada Januari hingga Maret 2024 mencapai lebih dari Rp100 triliun. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyebut jumlah ini lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun masih ada potensi kenaikan transaksi dengan pola baru di masyarakat.
Ivan menjelaskan dana hasil transaksi haram ini mengalir ke berbagai negara yang menjadi markas situs judi online. “Ada aliran dana ke beberapa negara, bervariasi nilainya, tapi relatif signifikan semua,” kata Ivan.
Tantangan Pemberantasan Judi Online
Keberadaan bandar judi online di luar negeri menjadi tantangan utama bagi Satgas. Guru Besasr Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai pemberantasan bandar judi online tidak hanya mengandalkan pembentukan satgas. Perbedaan hukum antara Indonesia dan negara tempat bandar beroperasi menjadi kendala utama.
“Bandar biasanya memilih negara yang melegalkan judi, seperti Kamboja. Otoritas kita tidak bisa meminta bantuan otoritas lokal untuk menindak pelaku dari Indonesia,” jelas Hikmahanto.
Ia menambahkan, adanya perjanjian ekstradisi atau kerjasama antar kepolisian belum tentu mempermudah penegakan hukum terhadap bandar judi. “Ekstradisi harus memenuhi syarat double criminality. Di Indonesia kejahatan, dan di negara setempat juga kejahatan,” katanya.
Hikmahanto mendorong pemerintah Indonesia untuk proaktif menjalin kerjasama dengan negara lain agar judi online diakui sebagai kejahatan transnasional.
Penegakan Hukum di Dalam Negara
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan penegakan hukum terhadap tersangka di luar negeri sangat bergantung pada perjanjian bilateral atau multilateral dengan Indonesia. “Jika tidak ada, hukum pidana Indonesia tidak bisa menjangkaunya,” ujarnya.
Aan Eko Widiarto, pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya, menyarankan pemerintah fokus pada penegakan hukum terhadap operator di dalam negeri. Salah satu cara adalah dengan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) untuk memiskinkan manajer atau operator judi online di Indonesia.
“Dengan menyita aset-aset dari judi online, diharapkan akan memberikan efek jera,” jelas Aan.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan internal aparat penegak hukum. “Pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online akan sia-sia jika aparat penegak hukum menjadi beking para bandar,” pungkasnya.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan upaya pemberantasan judi online dapat lebih efektif, meski tantangan dari keberadaan bandar di luar negeri masih menjadi hambatan besar.