Nairobi, 17 Juni 2024 – Sebuah studi global komprehensif POPs – bahan kimia berbahaya bagi kesehatan yang bertahan di lingkungan selama dekade dan lebih – menegaskan bahwa bahan-bahan tersebut masih ada dalam susu manusia, udara, air, tanah, makanan, dan berbagai ekosistem. Studi ini dilaksanakan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) dan didanai oleh Fasilitas Lingkungan Global (GEF), dan menekankan pentingnya pemantauan POPs, hati-hti dalam memperkenalkan alternatif, serta menagani kesenjangan dalam kesadaran dan regulasi.
Studi ini dilakukan di 42 negara di wilayah-wilayah di mana data tentang POPs terbatas, termasuk Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia, serta Kepulauan Pasifik, untuk memantau 30 POPs yang terdaftar dalam Konvensi Stockholm per tahun 2021. Sampel-sampel dikumpulkan antara tahun 2016 dan 2019.
Data ini dipublikasikan ketika pemerintah berkumpul minggu ini di Jenewa untuk kelompok kerja yang terbuka pada pendirian panel ilmiah-kebijakan tentang bahan kimia, limbah dan pencegahan polusi.
Andrea Hinwood, Ilmuan Kepala UNEP, “POPs tetap hadir di mana-mana, meskipun upaya untuk mengurangi penggunaan dan produksinya. Memantau konsentrasi POPs di lingkungan dan dalam tubuh kita sangat penting. Terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk mendukung penilaian kontaminasi, emisi, dan paparan terhadap POPs dalam pengambilan keputusan yang berinformasi.”
Daftar 30 POPs yang dipantau dalam studi ini meliputi pestisida dan bahan kimia insustri, serta POPs yang dilepaskan secara tidak sengaja yang merupakan produk samping dari proses industri dan dari pembakaran tidak lengkap (misalnya, pembakaran terbuka sampah). Mereka ditemukan dalam setiap dari lebih dari 900 sampel yang dikumpulkan, dengan lebih dari 50.000 titik data yang dihasilkan tentang POPs di udara, air, susu manusia, tanah, daging sapi, mentega, daging domba, babi, ayam, telur, ikan dan kerang, minyak, dan item lainnya.
Data menunjukkan penurunan global dalam tingkat 12 POPs yang awalnya terdaftar dalam Konvensi Stockholm tahun 2004; laporan ini mengakui tren ini berkat tindakan regulasi yang diambil sejak itu. Penggunaan DDT – yang pernah digunakan dalam pertanian dan kini sangat dibatasi – telah menurun dalam sampel susu manusia lebih dari 70% sejak tahun 2004 rata-rata global. Namun, DDT tetap menjadi POP yang paling umum dalam susu manusia, terutama di negara-negara di mana penggunaannya intensif.
“Pemantauan POPs sangat penting untuk mengevaluasi dampak dunia nyata dari tindakan global,” kata Rolph Payet, Sekretaris Eksekutif Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm. “Temuan ilmiah tidak hanya mengilustrasikan prestasi upaya global bersama, tetapi juga menyoroti perlunya mendesak untuk meningkatkan inisiatif global untuk melindungi manusia dan lingkungan.”
“GEF akan terus mendukung dan meningkatkan pemantauan global terhadap POPs.” Kata Anil Sookdeo, Koordinator GEF untuk bahan kimia dan limbah. “Kami sedang mengembangkan program baru, memanfaatkan pengalaman yang ada dan termasuk POPs yang baru terdaftar serta merkuri (Hg).”
Studi ini menemukan bahwa beberapa jenis POPs hadir di mana-mana, termasuk di daerah yang jauh dari sumber kontaminasi yang diketahui. Bahan kimia yang telah diatur lama, seperti dieldrin dan poliklorin biphenyls (PCBs), terdeteksi pada tingkat yang tinggi di udara di seluru benua Afrika, Karibia, dan Amerika Latin.
Beberapa bahan kimia yang dilarang telah digantikan oleh industri dengan bahan kimia lain yang ternyata juga memiliki sifat POPs, seperti senyawa per- dan polifluoroalkil ({FAS). Dari ribuan PFAS, tiga bahan kimia utama (PFOS, PFOS, PFHxS) terdaftar dalam konvensi Stockholm dan semuanya ditemukan dalam sampel susu manusia. PFAS juga ditemukan dalam air minum di pulau-pulau terpencil, dengan tingkat yang jauh melampaui standar Uni Eropa dan Amerika Serikat.
POPs yang baru terdaftar semakin sulit untuk dipantau, bahkan oleh laboraturium-laboraturium terbaik di dunia. Meskipun mengumpulkan data semakin meningkat, dengan partisipasi lebih banyak laboraturium di negara-negara berpenghasilan rendah dalam pemantauan POPs, termasuk dalam penilaian antar laboratorium global UNEP, kualitas analisis POPs harus terus ditingkatkan.
“Pemerintah tidak perlu terlibat dalam permainan beracun di mana satu POP yang diatur digantikan oleh yang baru. Pola ini menunjukkan bahwa zat-zat ini masih ada dalah produk yang kita gunakan, makanan, dan pakaian, serta dalam udara dan air kita,” kata Jackqueline Alvarez, kepala cabang bahan kimia dan kesehatan UNEP. “ini menggarisbawahi risiko penggantian yang disesali terhadap POPs yang dilarang dan pentingnya mendahulukan keberlanjutan dalam desain produk industri dan perilaku konsumen.”
UNEP akan terus mendukung pemerintah dan bekerja dengan industri untuk mengatasi masalah POPs, mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian segera, melacak kemajuan dalam upaya pengurangan polusi, dan mengambil tindakan untuk mencegah kontaminasi lebih lanjut.