JAKARTA — Partai PDI‑P menyoroti keras peristiwa banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera baru‑baru ini. PDI‑P menyebut bahwa di balik bencana tersebut terdapat dugaan kuat keterlibatan “pengusaha perusak lingkungan” — terutama perusahaan atau korporasi yang melakukan eksploitasi alam tanpa memperhatikan aspek lingkungan.

Tuduhan terhadap Korporasi

Menurut PDI‑P, banyak pengusaha yang mendapatkan izin eksploitasi hutan, tambang, atau lahan di Sumatera — tetapi dampak ekologisnya terhadap alam dan masyarakat sekitar diabaikan. Hasilnya, kerusakan lingkungan — seperti hilangnya tutupan hutan, alih fungsi lahan, rusaknya daerah tangkapan air — membuat kawasan rawan terhadap banjir dan longsor.
PDI‑P menilai pelaku seperti ini bertindak secara tidak bertanggung‑jawab, dan menegaskan bahwa mereka “bukan Pancasilais” — sebagai bentuk kritik keras terhadap praktik eksploitasi yang mengabaikan kepentingan rakyat dan lingkungan.

Bukan Semata Alam — tapi Kerusakan Lingkungan Sistemik

PDI‑P bukan satu‑satunya pihak yang menyuarakan kritik. Beberapa pihak — termasuk pemerintah dan organisasi lingkungan — mulai mengakui bahwa bencana di Sumatera bukan hanya karena hujan ekstrem semata, melainkan dipicu kondisi lingkungan yang telah rusak parah akibat aktivitas manusia.
Dalam tanggapan terhadap bencana, pemerintah berjanji menindak perusahaan yang terbukti merusak lingkungan, bahkan dengan kemungkinan sanksi pidana.

Seruan untuk Perubahan Sistemik

PDI‑P menyerukan agar kejadian ini menjadi momentum untuk memperbaiki cara pengelolaan lingkungan di Indonesia — bukan hanya lewat retorika, tetapi tindakan nyata. Ini termasuk peninjauan ulang izin eksploitasi lahan, pengawasan ketat terhadap perusahaan, restorasi kawasan kritis seperti daerah aliran sungai (DAS), dan komitmen terhadap kelestarian alam

Kenapa Penting
  • Banjir dan longsor di Sumatera bukan hanya masalah cuaca — melainkan akibat dari kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia.
  • Ada tekanan moral dan politik untuk memperbaiki praktik eksploitasi lahan dan hutan — agar tidak lagi mengorbankan rakyat dan alam.
  • Bencana ini membuka kembali debat tentang bagaimana ekonomi, lingkungan, dan hak rakyat lokal harus diseimbangkan.

 

Penulis: Dewi Anggraini | Editor: Rizky Maulana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *