Jakarta, 16 November 2025 — Dalam upaya menjaga warisan budaya bangsa, festival tari adat nusantara kembali digelar dengan semarak di berbagai kota di Indonesia. Acara ini menjadi momentum penting dalam melestarikan tradisi tari tradisional sebagai identitas kultural dan sarana edukasi antar generasi.
Kebangkitan Tari Tradisional Nusantara
Salah satu perwujudan nyata kebangkitan tersebut adalah gelaran Panggung Seni Budaya Nusantara oleh Kementerian Kebudayaan. Festival yang digelar di Museum Serangan Umum 1 Maret, Yogyakarta, menampilkan ragam pertunjukan tari dan musik tradisional dari lebih dari 23 Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah.
Dengan tema “Keberagaman Budaya Nusantara”, acara ini tidak hanya memamerkan keindahan tari daerah, tetapi juga mengajak generasi muda untuk lebih dekat dengan akar kebudayaan mereka.
Di sisi lain, di Manokwari, Festival Budaya Nusantara 2025 berlangsung selama 19–21 September di bawah dukungan pemerintah Kabupaten. Festival ini menghadirkan tarian tradisional dari berbagai daerah — seperti tari warkok, tari Bone, tari mojang Priangan, hingga tari karedok leunca dari tanah Pasundan. Tidak hanya tontonan, festival ini juga menjadi bazar makanan khas nusantara dan pameran produk lokal dari pelaku UMKM.
Pelestarian Tari Klasik: Fokus Festival Bedhayan
Selain tari kontemporer adat, festival yang lebih spesifik juga bangkit kembali. Festival Bedhayan, tari klasik Jawa, kembali hadir dengan tema Panca Utsava Bedhayan pada 9 Agustus 2025.
Festival ini tidak hanya sebagai panggung pertunjukan, tetapi juga menjadi ruang refleksi dan kolaborasi antar generasi penari Bedhayan. Dengan lokakarya bersama tokoh penting seperti Didik Nini Thowok, serta penampilan sanggar-sanggar tari, acara ini berambisi menjaga kelestarian seni Bedhayan agar tidak punah.
Dampak Sosial dan Pariwisata
Festival-festival tari adat Nusantara seperti ini bukan hanya upaya kebudayaan semata, tetapi juga mendukung pariwisata lokal. Di Manokwari, Dinas Pariwisata menggandeng paguyuban suku nusantara untuk menampilkan kekayaan budaya sebagai daya tarik wisata. Menurut Kepala Dinas Pariwisata, kegiatan semacam ini meningkatkan kerukunan antar suku serta menjadi sarana edukasi budaya bagi generasi muda.
Sementara itu, festival tari klasik seperti Bedhayan membuka peluang bagi sanggar dan komunitas tradisional untuk terus berkreasi, sekaligus memberi ruang bagi UMKM lokal melalui pasar budaya.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun semangat pelestarian tinggi, sejumlah tantangan tetap ada, antara lain:
- Partisipasi Generasi Muda
Menarik minat anak muda untuk belajar dan tampil tari tradisional adalah persoalan utama. Festival seperti ini harus terus dikemas agar relevan dan menarik generasi milenial dan Gen Z. - Pembiayaan dan Dukungan Keberlanjutan
Agar festival tidak hanya sekali-sekali, diperlukan dukungan jangka panjang dari pemerintah daerah dan pusat, serta sponsor yang peduli budaya. - Konektivitas Budaya dan Pariwisata
Perlu strategi pengembangan agar festival lokal tidak hanya jadi hiburan, tetapi juga menjadi tahunan dan terintegrasi dengan pariwisata lokal.
Meski tantangan besar, festival tari adat nusantara yang kembali diselenggarakan menunjukkan harapan besar bagi pelestarian budaya. Melalui kolaborasi antara pemerintah, komunitas seniman, dan masyarakat, tradisi tari yang kaya akan makna filosofi bisa terus diwariskan dan dinikmati generasi mendatang.
Penulis: Intan Permata Sari | Editor: Rian Aripin