Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, bertujuan mengedukasi publik dan mendorong aksi nyata dalam pemberantasan kekerasan berbasis gender.

Sejarah dan Latar Belakang

Sejarah peringatan ini bermula dari aksi para aktivis perempuan pada tahun 1981. Mereka menetapkan tanggal 25 November sebagai bentuk penghormatan terhadap tiga adik bersaudara Mirabal dari Republik Dominika yang dibunuh secara kejam pada 1960 atas perintah diktator Rafael Trujillo.
Kemudian, pada 20 Desember 1993, Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan melalui resolusi 48/104, membuka jalan bagi upaya global melawan kekerasan terhadap perempuan.
Akhirnya pada 7 Februari 2000, PBB menetapkan 25 November sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan lewat resolusi 54/134.

Kampanye 2025: Fokus pada Kekerasan Digital

Tahun ini, kampanye memperingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi di kehidupan nyata (offline), tetapi juga di ranah digital.
Bentuk kekerasan digital yang disorot meliputi pelecehan daring, penyebaran video palsu (“deepfake”), ujaran kebencian, dan konten misoginis yang semakin normal di platform online.
Keprihatinan muncul karena kekerasan di dunia maya bisa merembet ke dunia nyata — seperti penguntitan, kekerasan fisik, hingga femisida (pembunuhan perempuan karena gender).

Gerakan 16 Hari Aktivisme

Peringatan 25 November menandai dimulainya gerakan kampanye global “16 Hari Aktivisme Anti Kekerasan” (16 Days of Activism), yang berlangsung hingga 10 Desember — Hari Hak Asasi Manusia Internasional.
Gerakan ini menyerukan sinergi dari pemerintah, organisasi masyarakat, aktivis HAM perempuan, dan publik umum untuk melawan kekerasan berbasis gender, memberikan dukungan kepada korban, dan memperkuat perlindungan digital.

Ajakan Aksi untuk Semua

Peringatan ini mengandung pesan penting: setiap orang bisa berperan. Tidak hanya penyintas, tetapi juga masyarakat luas harus aktif menyebarkan kesadaran dan melawan kekerasan digital. Tagar seperti #NoExcuse (tanpa alasan) dari UN Women menjadi bagian kampanye untuk mengajak semua pihak peduli dan bertindak.

Dalam panggilan yang lebih global, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menekankan perlunya regulasi tegas terhadap pelaku kekerasan daring dan tanggung jawab perusahaan teknologi untuk menciptakan lingkungan digital yang aman bagi perempuan.

 

Penulis: Diah Anggraini | Editor: Bagus Syahputra

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *