Langkat, Sumatera Utara — Di tengah hiruk-pikuk bisnis galian C di Kabupaten Langkat, dua mahasiswa berinisial DFN (23) dan RDM (24) mendadak jadi sorotan publik. Mereka ditangkap polisi karena diduga memeras seorang pengusaha tambang dengan cara mengancam akan menggelar demonstrasi jika tidak diberi uang sebesar Rp 15 juta.

Modus Ancaman Demo

Kasus ini bermula pada 12 November, ketika korban, Rafi (38), menerima pesan WhatsApp yang mengejutkan. Dalam pesan itu, DFN dan RDM mengaku sebagai anggota organisasi mahasiswa dan menuntut uang agar aksi protes yang mereka rencanakan tidak jadi dilaksanakan.

“Mereka bilang, ‘Kalau tidak memberi uang, kita akan demo di depan Polres Langkat’,” kata Rafi kepada polisi. Ancaman itu membuat Rafi merasa terpaksa memenuhi permintaan mereka.

Korban kemudian sepakat bertemu kedua mahasiswa di sebuah kafe di Kecamatan Stabat. Dalam pertemuan itu, DFN dan RDM menegaskan tuntutan Rp 15 juta, tetapi korban hanya menyerahkan Rp 10 juta sebagai awal. Saat itulah polisi melakukan pengintaian dan menangkap DFN di lokasi.

Penangkapan dan Barang Bukti

Polres Langkat langsung melakukan pengembangan. RDM yang berperan dalam pemerasan juga berhasil ditangkap. Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai Rp 10 juta dan dua ponsel, yaitu Samsung Galaxy A22 dan iPhone 13, yang diduga digunakan untuk mengirim ancaman.

Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP Ghulam Yanuar Lutfi, menegaskan bahwa proses penyidikan dilakukan secara profesional.

“Kami akan menindaklanjuti kasus ini sesuai hukum yang berlaku, karena pemerasan dengan ancaman adalah tindak pidana serius,” ujar AKP Ghulam.

Latar Belakang dan Dampak

Kasus ini bukan sekadar urusan uang semata. Fenomena mahasiswa yang terlibat dalam pemerasan atau aksi demo berorientasi keuntungan belakangan ini kerap menjadi sorotan di Sumatera Utara. Praktik semacam ini bisa mencederai citra mahasiswa sebagai agen perubahan sosial dan memicu keresahan di masyarakat.

Pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Anita Harahap, menekankan pentingnya edukasi dan pembinaan bagi mahasiswa agar aspirasi dijalankan secara legal.

“Demo itu sah sebagai bentuk kritik, tapi kalau dijadikan modus pemerasan, itu jelas melanggar hukum. Kampus dan pihak berwenang harus membimbing mahasiswa agar aspirasi disalurkan dengan cara yang benar,” kata Dr. Anita.

Kasus Masih Bergulir

Polres Langkat kini terus mendalami motif dan jaringan kedua tersangka. Polisi juga mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi oleh ancaman-ancaman sejenis dan segera melapor jika mengalami pemerasan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa demokrasi dan kebebasan berpendapat memiliki batas hukum. Aspirasi yang dijalankan secara etis dan legal akan jauh lebih membawa manfaat daripada ancaman dan pemerasan.

 

Penulis: Nadia Kusuma | Editor: Fajar Ramadhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *