ACEH TAMIANG — Kabupaten Aceh Tamiang kini bak kota mati setelah tertimpa bencana banjir bandang dan longsor pada 25 November 2025 lalu. Satu minggu usai musibah, suasana di wilayah ini masih porak‑poranda.

Puing, Kerusakan, dan Krisis Infrastruktur

Di pusat kabupaten, Kuala Simpang, pemandangan mengerikan tersaji: tumpukan truk tangki, mobil, kayu gelondongan berserakan di jalanan; rumah‑rumah rusak berat, tertimpa puing atau kayu; dan listrik padam total. Hampir seluruh hunian di kawasan terdampak tidak layak huni.
Di wilayah Kota Lintang Bawah, kecamatan terdampak, tingkat kerusakan rumah mencapai sekitar 90%. Banyak warga kehilangan tempat tinggal.

Krisis Kehidupan: Makanan, Air Bersih, Komunikasi

Sejak bencana, warga menghadapi krisis air bersih, makanan, dan tempat tinggal. Akses komunikasi juga terputus — tiang listrik banyak yang rubuh terseret banjir — membuat mereka semakin terisolasi.
Seorang warga memperkirakan bahwa listrik kemungkinan baru akan pulih dalam dua bulan ke depan.

Banyak Kecamatan Masih Terisolir

Menurut keterangan pihak berwenang, dari total 12 kecamatan di Aceh Tamiang, baru dua kecamatan yang bisa dijangkau dan mendapatkan bantuan — sisanya masih terendam air atau tertutup longsor.
Akibatnya distribusi logistik bagi korban sangat terganggu; banyak wilayah masih sulit dijangkau.

Pemulihan Masih Jauh, Warga Terus Hidup dalam Ketidakpastian

Kerusakan infrastruktur, banyaknya rumah rusak, serta terputusnya listrik dan komunikasi membuat upaya pemulihan berjalan lambat. Di tengah-tengah kondisi ini, warga terpaksa bertahan dengan bantuan seadanya — sebagian di antaranya bahkan belum menerima bantuan sama sekali.

Warga berharap pemerintah serta relawan segera mempercepat distribusi bantuan, terutama logistik dasar seperti air bersih, makanan, dan tempat tinggal darurat.

Penulis: Sintia Dewi Lestari | Editor: Budi Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *